Hewan Melata Apa Saja

Hewan Melata Apa Saja

Hewan-hewan Dijadikan Simbol Kematian

Capung merupakan salah satu hewan yang masuk ke dalam kelompok serangga. Hewan imut ini kemudian disebut menjadi hewan yang identik dengan kematian manusia.

Apa yang menjadikan Capung dijadikan simbol kematian? Kepercayaan tersebut diyakini warga Jepang bahwa capung merah merupakan pembawa pesan dari roh-roh.

Hal tersebut disebutkan dalam sebuah studi etnografi tahun 1959 bahwa capung merah ini bakal bermigrasi ke wilayah dataran tinggi untuk mencari makan. Lalu, mereka akan turun ke dataran tinggi untuk berkembang biak.

Saat itu tengah diadakan festival musim panas Obon. Festival tersebut merayakan kembalinya arwah orang yang telah meninggal dan capung dijadikan hewan yang akan mengantarkan arwah ke orang-orang tercinta.

Burung nasar terkenal sebagai pemakan bangkai hewan maupun manusia. Di daerah Tibet, burung ini dianggap hewan yang suci lantaran berjasa dalam mengantarkan seseorang yang mati.

Di daerah tersebut masyarakat melakukan 'pemakaman langit', di mana mayat akan dibiarkan dimakan oleh burung-burung nasar. Dengan demikian, tidak mengherankan jika burung nasar masuk dalam daftar hewan yang dikaitkan dengan kematian.

Burung nasar menggunakan indra penciumannya yang luar biasa untuk mendeteksi bangkai dari jarak lebih dari satu mil. Menurut Royal Anthropological Institute of Great Britain and Ireland, burung nasar menjadi lambang dewa, maut, atau "ibu dari semua".

Burung rangkong merupakan karnivora yang suka memakan hewan-hewan kecil hingga serangga. Burung ini bisa ditemukan di daerah terbuka seperti sabana atau padang rumput.

Berdasarkan survei yang dipublikasikan dalam Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine, masyarakat menganggap bahwa burung rangkong diyakini sebagai pembawa tanda buruk. Khususnya, di Zimbabwe dan Malawi, burung ini dianggap akan membawa sial jika hinggap di rumah.

Jika keberadaan burung rangkong terlihat berkelompok, maka masyarakat di Afrika tersebut meyakininya sebagai sebagai tanda kematian. Di Tanzania, burung ini dianggap sebagai pembawa jiwa yang mati dan roh yang marah.

Kelelawar biasanya ditemukan di dalam gua-gua dan berkeliaran pada malam hari. Bagi suku Maori di Selandia Baru, kelelawar dipercaya dapat meramalkan kematian dan disebut juga sebagai hokioi.

Menurut The Raupo Book of Maori Proverbs, pepatah umum mengatakan "kelelawar terbang saat senja, hokioi terbang di malam hari". Kepercayaan mereka meyakini bahwa hokioi sebenarnya adalah burung yang sudah punah dan dikenal sebagai elang Haast (Hieraaetus moorei), yaitu burung pemangsa yang cukup besar untuk membawa anak kecil.

Penyebutan gagak sebagai simbol kematian memang paling lazim terdengar. Khususnya adalah gagak bangkai, burung yang memakan apa saja mulai dari buah hingga bangkai busuk.

Dalam cerita rakyat Irlandia, gagak bisa menjadi pertanda pertumpahan darah, yang membuat takut para prajurit di medan perang. Meski begitu, gagak bangkai termasuk hewan yang cerdas lho.

Pengertian Hewan Melata

Reptil atau binatang melata (dalam bahasa Latin “reptans” artinya “melata” atau “merayap”) adalah kelompok hewan vertebrata berdarah dingin dan memiliki sisik yang menutupi tubuhnya. Reptilia adalah tetrapoda (hewan dengan empat tungkai) dan menelurkan telur yang embrionya diselubungi oleh membran amniotik. Saat ini, mereka hidup di setiap benua, kecuali Antarktika.

Beberapa ahli telah mengatakan bahwa hewan melata adalah organisme pertama yang menyebar ke seluruh rumah, dari habitat kering hingga air kecil. Contoh hewan melata yang hidup di habitat seperti itu adalah komodo dan kadal. Reptil tidak hanya hidup di lingkungan yang kering dan kering, tetapi juga dikenal sebagai hewan yang hidup dalam dua bahasa alami atau ilmiah yang disebut dengan amfibi (air dan darat). Namun, hanya beberapa spesies yang hidup di daerah tersebut. Contohnya adalah kura-kura, ular, dan buaya.

Reptil memiliki habitat penting di daratan. Ketika berada di dalam air, mereka hanya bisa memberi makan atau menurunkan suhu tubuh mereka. Selain itu, reptil memiliki tinggi tubuh yang berbeda-beda, dari yang terkecil hingga yang terbesar.

Ular Taipan Pedalaman

Ular yang hidup di pedalaman Australia ini tinggal di dalam retakan tanah liat, bukit pasir, dan daerah berbatu yang memiliki penutup. Racun ular taipan pedalaman dapat mematikan, dimana satu gigitan ular taipan cukup untuk membunuh 100 manusia. Namun, ular ini tidak bersifat agresif.

Komodo merupakan kadal terbesar di dunia dan menjadi reptil yang berbahaya. Air liur komodo mengandung bakteri yang dapat melumpuhkan mangsanya. Gigitan komodo dapat menyuntikkan racun kepada mangsa yang dapat mempercepat kehilangan darah, menurunkan tekanan darah, hingga pendarahan hebat.

Komodo sendiri menjadi hewan yang terancam punah akibat perubahan iklim hingga kehilangan habitat. Komodo dapat ditemukan di Indonesia, salah satunya wilayah Nusa Tenggara Timur, seperti pulau Komodo. Habitat komodo adalah padang rumput terbuka, hutan, dan terkadang di pesisir pantai.

Penamaan black mamba dikarenakan mulut ular yang berwarna hitam. Biasanya, ular ini hidup di padang berbatu atau di tanah. Dengan ukuran yang besar, ular ini tetap bergerak cepat dan memiliki racun mematikan. Racun yang dihasilkan mampu menyerang saraf dan otak manusia. Walaupun bersifat agresif, ular ini tidak menyerang manusia tanpa sebab. Black mamba memiliki habitat asli di Benua Afrika.

Sonora.ID - Artikel ini membahas pengertian, ciri, jenis, dan contoh hewan melata.

Hewan melata atau dalam bahasa latin reptans disebut juga reptil.

Mereka ada kelompok hewan vertebrata, berdarah dingin, dan mempunyai sisik yang menutupi tubuhnya.

Hewan melata menjadi salah satu kelompok hewan yang ditakuti karena beberapa dari jenisnya termasuk binatang paling berbahaya di dunia. Misalnya, king cobra dan buaya.

Reptil tidak hanya hidup di darat, tetapi juga hidup di dua alam atau disebut dengan amfibi.

Mereka bisa hidup di air dan di darat. Namun, beberapa spesies saja yang hidup di dua alam, seperti kura-kura, ular, dan buaya.

Kebanyakan reptil juga bertelur (ovipar) meski beberapa spesies Squamata berkembang biak dengan cara melahirkan (vivipar).

Ciri-ciri hewan melata

Baca Juga: 5 Hewan Berumur Pendek, Nomor Satu hanya Hidup 24 Jam

13 Desember 2024 18:57 WIB

13 Desember 2024 18:20 WIB

13 Desember 2024 18:15 WIB

13 Desember 2024 18:02 WIB

Pengertian Hewan Melata – Hewan melata paling mematikan tersebar hampir di seluruh negara. Mereka kebanyakan hidup di hutan alami dan memiliki racun mematikan untuk bertahan hidup di habitat mereka. Hewan melata adalah salah satu yang paling ditakuti karena beberapa dari jenis ini termasuk binatang paling mematikan di bumi.

Namun, perlu dipahami juga bahwa tidak ada hewan yang secara alami kejam atau jahat. Mereka hanya mencoba untuk bertahan hidup dengan berburu makanan atau bertahan melawan pemangsa yang mendekatinya. Jika manusia bertemu hewan-hewan ini, lebih baik menghindar agar mereka tidak merasa terancam dan balik menyerang kalian.

Amfibi dalam Pandangan Islam

Beberapa ayat berbicara mengenai amfibi secara tersurat, diantaranya sebagai wabah yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Surah Al-A’raf:

“Maka Kami kirimkan kepada mereka topan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa” (QS. Al–A‘raf [7]:  133)

“Kemudian Kami kirimkan air bah kepada mereka hukuman atas penolakan dan pembangkangan mereka sehingga menenggelamkan lahan pertanian dan buah-buahan mereka. Lalu Kami kirimkan kepada mereka belalang untuk memakan hasil pertanian mereka. Kami juga mengirim kutu yang menyerang tanaman serta menyakiti manusia di rambut kepalanya. Lalu Kami kirimkan kepada mereka katak yang memenuhi wadah-wadah mereka, merusak makanan mereka dan mengganggu tidur mereka. Dan juga Kami kirimkan kepada mereka darah yang membuat air sumur dan sungai mereka berubah menjadi darah. Kami mengirimkan itu semua sebagai bukti yang nyata dan datang silih berganti secara berturut- turut.  Meskipun begitu banyak hukuman yang menimpa mereka, tetapi mereka tetap enggan untuk beriman kepada Allah dan percaya kepada ajaran yang dibawa oleh Musa -‘Alaihissalam-. Mereka adalah  orang-orang yang suka berbuat maksiat, tidak mau meninggalkan kebatilan dan enggan mengikuti jalan yang benar” Menurut tafsir Al-Muyassar/ kementerian agama Saudi Arabia (Tafsirweb.com, 2020), katak yang dikirimkan bertujuan untuk mengotori tempat minum (bejana), merusak makanan, dan mengganggu tidur pada orang-orang kafir yang membangkang. seperti dikutip dalam tafsir diatas.

Beberapa Hadits dan Nash sahabat juga menyebutkan amfibi khususnya “katak” secara tersurat dalam konteks konservasi dan pelestarian “dhifda”‘ yang berarti katak/kodok.

“Bahwa ada seorang tabib dokter bertanya kepada Nabi  Shallallahu’alaihi wasallam tentang katak yang akan dijadikan sebagai obat, maka Nabi shallallahu‘alaihi wasallam melarang untuk membunuhnya”  (HR. Nasa’i dan Abu Dawud, Hadits ini dishahihkan oleh Imam Al-Hakim, Adz-Dzahabiy rahimahumallah, dan syeikh Albaniy rahimahullah).

“Berilah keamanan bagi kodok (jangan dibunuh) karena sesungguhnya suaranya yang kalian dengar adalah tasbih, taqdis, dan takbir. Sesungguhnya hewan–hewan meminta izin  kepada Rabb-nya untuk memadamkan  api dari Nabi Ibrahim, maka diizinkanlah bagi  kodok. Kemudian api menimpanya maka Allah menggantikan untuknya panas api dengan air.” (HR. Anas bin Malik, shahih, Abu Sa’id Asy-Syaamiy Ibrahim bin Abi ‘Ablah dan Abaan bin Shaalih, keduanya tsiqah)

“Janganlah kalian membunuh katak karena sesungguhnya suaranya adalah tasbih, dan janganlah kalian membunh kelelawar karena sesungguhnya ketika Baitul Maqdis hancur, ia berdo’a: “Wahai Tuhanku, berilah aku kekuasaan terhadap lautan agar aku bisa menenggelamkan mereka.” (HR. Baihaqiy)

Menurut pendapat imam Syafi’i, kodok tidak halal dimakan. Kodok haram untuk dibunuh, sehingga dimakan untuk keperluan konsumsi dan pengobatan menjadi haram hukumnya berdasarkan pemahaman hadits diatas, terlebih untuk dikonsumsi maupun pengobatan, akan membutuhkan jumlah kodok/katak yang relatif tidak sedikit.

Larangan membunuh katak dan kodok  dalam Islam sangat tegas. Beberapa narasi memberi penyebab   alasan berupa ketaatan mereka dengan senantiasa memuji Rabb semesta alam, dan memihak kepada yang Haq dengan mencoba memadamkan Nabi Ibrahim Alaihissalaam dari api yang membakarnya. Sebagai akademisi ulul albab, kita memiliki kerangka berfikir ‘akal yang sehat senantiasa sejalan dengan ayat qauliyah. Adanya larangan membunuh kodok sepatutnya memiliki hikmah lebih dari itu, kaitannya  dengan adanya kebaikan yang didapatkan dengan melestarikan hewan tersebut, dan adanya potensi keburukan jika kita membunuh/membasmi kodok.

Anura memiliki peran penting dalam keseimbangan ekosistem dengan menjaga populasi berbagai serangga merugikan tetap terkendali. Sebagaimana yang kita ketahui, dalam suatu ekosistem terdapat berbagai macam interaksi, diantaranya ada yang berhubungan dengan aliran energi dan siklus materi yang terikat pada jejaring makanan. Dalam suatu jaring makanan, keberadaan setiap  spesies sama pentingnya untuk menjaga agar aliran energi dan siklus materi berjalan berkesinambungan. Hilangnya salah satu jenis akan mengakibatkan ketidakseimbangan dalam ekosistem dikarenakan hilangnya satu spesies artinya satu peran dalam sebuah ekosistem mengalami kepincangan atau bahkan kekosongan, yang akan berdampak pada  populasi jenis yang bersinggungan secara langsung dengan spesies  yang hilang  tersebut. Prey akan mengalami overpopulasi dikarenakan hilangnya predator alaminya dan secara langsung akan berdampak prey dibawahnya tereksploitasi secara berlebih, mengakibatkan berkurangnya ‘stok’ makanan bagi jenis-jenis lainnya. Dengan sumber makanan yang   berkurang, runtuhnya jaring makanan hanya tinggal masalah waktu.

Katak dan kodok berperan penting menjaga keseimbangan ekosistem dengan berperan sebagai musuh alami berbagai jenis serangga hama dan sumher penyakit. Berkurang atau hilangnya hewan ini tidak hanya mengganggu kestabilan jaring makanan, namun juga dapat memunculkan potensi hama pertanian, perkehunan, dan wabah penyakit dari serangga  yang menjadi makanan alaminya. Menjaga kelestarian anura dapat membawa maslahat untuk masyarakat, sekaligus bernilai ibadah dengan diniatkan mengikuti anjuran dan perintah Nabi shallallahu alaihi wasallam. Berdasarkan alasan tersebut, UIN Malang telah bergerak sejak  2016 dalam melakukan upaya pelestarian diantaranya Katak dan Kodok dengan didirikannya Maliki Herpetology Society di Jurusan Biologi yang berfokus pada Research, Educate, Conserve reptil dan amfibi di Malang. Beberapa lokasi yang pernah dieksplorasi oleh tim MHS diantaranya adalah Ledok Amprong, Cohan Pelangi, Cohan Jahe, Lokasi Wisata Bedengan, Cohan Putri, Cohan Tarzan,  Cohan Kodok, dan beberapa lokasi wisata  air terjun  lainnya.

Gambar 8. Foto spesimen Leptophryneborbonica jantan hidup di habitat alami (Poto: Luhur Septiadi)

Spesies: Leptophryne borbonica

Kodok jam pasir, Hourglass toad

Leptophryne merupakan genus dari Famili Bufonidae. Genus ini memiliki kelenjar paratoid yang   mereduksi. karakter khas yang dapat diamati pada genus ini adalah memiliki pelebaran berbentuk oval pada tuberkel subartikular pertama pada setiap jari. Kaki memiliki selaput renang dengan ukuran tidak terlalu lebar. Pada jari ke lima dan tiga, selaput tidak sampai menutupi tuberkel subartikular  terakhir. Ukuran dari spesies ini relatif kecil, 25-40 mm untuk betina, dan 20-30mm pada jantan. Ukuran  moncong pendek dan merungcing. Moncong memiliki sedikit tonjolan di atas rahang bawah. Ciri khas yang membedakan jenis ini dari kerabatnya dalam satu genus adalah pola jam pasir yang dapat dengan jelas diamati pada bagian dorsal tubuh. Beberapa sampel ditemukanmmemiliki poka segitiga berwarna hitam di belakang mata. Warna dasar tubuhnya adalah cokelat keabu-abuan dengan warna tubuh ventral bagian cranial cokelat, dan bagian abdominal dan tungkai berwarna abu-abu kekuningan.

Berudu dari spesies Leptophryne borbonica berwarna hitam, dilengkapi dengan papila di bagian labium bawah dan bagian lateral labium atas. Menurut Iskandar (1998), berudu jenis ini memiliki  rumus geligi 2-2/III.

Penyebaran spesies ini di Indonesia tersebar di Kalimantan, Sumatera dan Jawa dengan tipe lokaliti dari Jawa Barat (Iskandar, 1998). Selain itu juga pernah tercatat di Gunung Tengger tanpa lokasi yang terperinci  (Ardiansyah  et  al., 2014;Iskandar& Colijn,  2000). Mumpuni (2014) menemukan populasi baruL.borbonica di Jawa Tengah dan menjadi rekor distribusi baru di Jawa Tengah pada saat itu. Pada  tahun 2019, populasi baru  juga ditemukan berasal dari area Kabupaten Malang,dan tercatat sebagai new record sebaran spesies tersebut di Lereng Gunung Tengger, Malang, Jawa Timur (Erfanda et al., 2019).

Gambar 9. Poto spesimen tampak dorsal dan ventral (Poto: M. Prayogi Erfanda)

Gambar 10. Poto larva Leptophryne borbonica populasi Malang (Poto: M. Prayogi Erfanda)

Penelitian mengenai spesies ini masih berlanjut hingga  saat ini, mengingat trend penemuan populasi   baru muncul baru-baru ini khususnya di Pulau Jawa. Selain itu dengan bentuk lahan pegunungan di sekitar wilayah Batu dan Malang, dan jumlah hutan yang kian berkurang, potensi  ini menghadapi ancaman yang cukup besar.

Selain Leptophryne borbonica, beberapa jenis dari Genus Leptophryne yang dijumpai di Pulau Jawa diantaranya adalah Leptophryne cruentata dan Leptophryne javanica yang sebelumnya dideskripsi sebagai spesies kriptik dari jenis lainnya.

Barbourula kalimantanensis tersebar di Kalimantan Barat tepatnya di hulu sungai kapuas. Katak ini memiliki karakter kepala pipih dan lebar dengan moncong membulat tumpul. Tubuh katak ini padat dan pipih (Iskandar, 1978; Iskandar, 1995). Karakter yang unik dari jenis ini adalah bahwa spesies ini tidak memiliki paru-paru (mungkin satu-satunya katak yang tidak memiliki paru-paru). Katak tanpa paru-paru ini memiliki nostril yang selalu basah dan terletak di ujung moncong, mata terletak di area samping depan kepala. Spesies ini memiliki gigi vomer di maksila dan premaksila. Tidak ditemukan adanya saluran yang mengarah ke organ pernafasan, sehingga hanya ditemukan saluran esofagus di bagian basal rongga mulut, selain itu individu jantan tidak memiliki kantong suara.

Barbourula kalimantanensis memiliki tungkai dengan selaput penuh pada jari, sehingga tungkai depan dan belakang hampir menyerupai dayung. Ukuran jari ke dua dan ke tiga sama, begitu juga dengan jari ke tiga dan ke empat. Ujung jari katak ini mengalami pelebaran, namun tidak ada alur melingkar. Terdapat lipatan kulit di sepanjang paha dan tibia. Berdasarkan ciri dari spesies  ini, jelas sekali bahwa habitat dari  spesies ini adalah di perairan. Tidak adanya paru-paru pada jenis ini menunjukan asosiasi B.kalimantanensis dengan habitat perairan sangat erat. Dengan tidak memiliki paru-paru, katak ini hanya menggunakan kulit sebagai organ respirasi.

Gambar 11. Barbourula kalimantanensis (©2008 David Bickford)

Famili: Bombinatoridae

Spesies: Barbourula kalimantanensis (lskandar, 1978)

Katak kepala-pipih kalimantan, Bornean flat-headed frog

Bernafas hanya mengandalkan kulit memiliki resiko dengan semakin tingginya perubahan lahan dan kerusakan habitat, ditambah isu global warming yang menyebabkan suhu permukaan bumi naik secara global dan dapat menyebabkan kekeringan perkepanjangan. Untuk dapat berfungsi dengan baik  sebagai organ respirasi, kulit harus selalu terjaga kelembabannya untuk memudahkan proses respirasi via cutanea, oleh karena itu jenis ini selalu berasosiasi erat dengan habitat perairan. Kondisi perairan yang kurang baik dan tidak sesuai dapat juga mengakibatkan gangguan pernafasan dan menyebabkan menurunnya populasi katak ini. Rusaknya habitat sungai kapuas dapat menyebabkan dampak yang sangat fatal bagi B. kalimantanensis, karena dengan tercemarnya sumber air kehidupannya, katak ini tidak memiliki pilihan untuk dapat bertahan hidup di darat dalam jangka waktu lama.

Reptilia berasal dari suku kata reptum yang artinya melata atau merayap. Selain bergerak dengan cara merayap, reptil memiliki beberapa karakter umum diantaranya tubuh dilindungi oleh sisik, dimana sisik berfungsi selain untuk melindungi tubuh dari gesekan benda asing, juga melindungi dari parasit dan predator, sisik juga berfungsi sebagai media untuk memberi gaya gesek pada ular saat bergerak diatas  substrat, maupun untuk mencengkeram mangsanya. Beberapa kelompok reptil khususnya kadal dan ular mengalami proses shedding atau  pergantian sisik (ngelungsungi). Sebagai hewan darat  pertama yang ‘sukses’ hidup di daratan melebihi pendahulunya amfibi, reptil ‘dimodali’ oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala beberapa kelebihan diantaranya paru-paru yang lebih berkembang dari amfibi, sehingga reptil lebih  independen terhadap keberadaan air karena tidak membutuhkan suplai oksigen tambahan dari kulit yang selalu basah. Reptil memiliki sisik yang bersifat waterproof sehingga lebih mampu menjaga air dalam tubuhnya saat kondisi cuaca panas, memiliki tungkai lebih kuat untuk mobilitas di daratan, dan telur yang dilindungi oleh cangkang sehingga tidak membutuhkan air untuk media incubasi telur sehingga reproduksi reptil dilakukan secara internal. Sebagian reptil memiliki jantung dengan 3 lobi, sebagian lain ada yang sudah berkembang menjadi 4 lobi meskipun memiliki sekat jantung yang belum   sempurna seperti pada buaya. Beberapa ordo dari Kelas Reptilia diantaranya adalah Chelonia/Testudinata, Crocodilia, Rhyncocephalia, dan Squamata (Subordo Amphisbaena, Sauria/Lacertilia, Ophidia/Serpentes).

Rhyncocephalia (Rhynco= tonjolan/ornamen, cephalia= kepala) atau biasa dikenal dengan nama tuatara merupakan ordo dari Kelas Reptilia yang tersebar endemik di Selandia Baru. Secara klasifikasi hewan ini hanya memiliki 2 anggota spesies, yaitu Sphenodon ghunteri dan Sphenodon punctatus. Berdasarkan catatan fosil, hewan ini pertama muncul pada era Triasic akhir sekitar 210-220 juta tahun yang lalu.  Morfologi dari kelompok hewan ini sekilas mirip kadal. Tuatara sering dijumpai pada habitat terestrial dekat dengan perairan. Ciri lain dari hewan ini adalah memiliki tipe tengkorak diapsida, aktifitas hidupnya lebih banyak dilakukan pada malam hari (nokturnal) dan bersifat karnifora-insektifora. Tuatara termasuk hewan terancam dikarenakan rentan terhadap perubahan lahan, area distribusinya yang terbatas dan memiliki masa inkubasi yang lama (sekitar satu tahun) sehingga penambahan populasi spesies tersebut relatif lambat.

Gambar 12. Spesies Sphenodon punctatus (@Kristine Grayson-Dattelbaum)

Ordo Testudinata masuk dalam Subkelas Anapsida dengan ciri khas memiliki modifikasi tulang yang berfungsi sebagai pelindung berupa tempurung. Tempurung testudinata disebut sebagai karapas di bagian dorsal, sedangkan bagian ventral dikenal dengan nama plastron. Baik karapas maupun plastron bersifat permanen menempel pada tubuh. Sehingga tidak memungkinkan bagi spesies ini untuk hidup tanpa karapas dan plastron. Habitat dari testudinata bervariasi, dari daratan, perairan air tawar, dan perairan air laut. Beberapa hewan yang masuk ke dalam ordo ini diantaranya adalah kura-kura, bulus/labi-labi, dan penyu. Beberapa modifikasi morfologi dapat dijumpai pada anggota ordo tersebut berdasarkan tipe habitat mereka hidup. Sebagai hewan yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di air, penyu dan labi-labi memiliki struktur tempurung yang relatid pipih untuk memudahkan pergerakan di dalam air, selain itu mereka memiliki tungkai berselaput penuh pada jarinya, bahkan pada penyu bentuk tungkai mengalami perubahan menjadi seperti dayung. Pada kura-kura air tawar semi akuatik, bentuk tempurung relatif lebih cembung dan kaki lebih kokoh untuk menyokong pergerakan di darat, namun juga berselaput untuk mendukung mobilitas di perairan. Sedangkan pada kura-kura darat bentuk karapas cembung dengan bentuk kaki panjang dan kokoh sepertitongkat. Beberapa famili anggota ordo ini diantaranya adalah: Famili Chelidae, Pelomedusidae, Carettochelyidae, Chelydridae, Cheloniidae, Dermochelyidae, Trionycidae, Testudinidae, dan Emydidae.

Gambar 13. Atas: Amyda cartilaginea (foto: reptile-database @Gernot Vogel); Tengah: Dermochelys coriaceae (foto: nestonline.org); Bawah: Malaemys subtrijuga (foto: reptiledatabase @Ed Galoyan)

Crocodilia merupakan reptil bertubuh besar dengan sisik keras dari zat tanduk (scutum). Sisik dorsal pada buaya membentuk perisai dermal. Buaya memiliki bentuk sisik yang berbeda di beberapa lokasi tubuhnya. Pada bagian dorsal sisik keras dan berlunas, pada bagian lateral sisik buaya berbentuk membulat, sedangkan pada bagian ventral tubuh sisiknya berbentuk persegi. Buaya memiliki adaptasi yang mendukungnya sebagai ambush predator di air, dengan adaptasi tersebut, buaya mampu melakukan pengamatan terhadap mangsanya untuk mengawasi gerak gerik mangsa dan menyergap pada waktu yang tepat, sehingga banyak kasus penyerangan dilakukan oleh buaya setelah beberapa kali mangsanya memasuki area teritori. Beberapa adaptasi yang dimiliki buaya adalah memiliki membran nictitans yang melindungi mata pada saat menyelam sehingga dapat mengamati mangsa lebih jelas dari dalam perairan, memiliki nostril yang terletak di ujung moncong bagian dorsal untuk memudahkan buaya mengambil oksigen dengan hanya mengeluarkan nostril tersebut ke permukaan tanpa menimbulkan kecurigaan berlebihan mangsanya, memiliki katup di bagian palatum rongga mulutnya untuk mencegah air masuk melewati rongga mulut, memiliki foramen panazzi pada jantung yang membantu menstabilkan tekanan jantung saat menyelam lama agar tidak menimbulkan kerusakan pada organ sirkulasi. Secara taksonomi, buaya dibagi menjadi 3 famili, yaitu Famili Crocodilidae, Aligatoridae, dan Gavialidae yang dibedakan berdasarkan karakter umum bentuk moncong dan tipe perkatupan gigi saat moncongnya menutup, termasuk karakter sisik.

Gambar 14. Atas kiri: Crocodylus porosus (Reptile-database @A Suson); Atas kanan: Alligator sinensis (Reptile-database @Paul Freed); Gavialis gangeticus (Reptil-database)

Ordo Squamata memiliki sisik dari zat tanduk. Squamata berasal dari kata squama yang artinya sisik. Hewan kelompok ini juga memiliki kemampuan untuk meregenerasi sisiknya dengan melakukan shedding (ganti kulit/”ngelungsungi”). Squamata terdiri dari 3 subordo yaitu Lacertilia, Ophidia,dan Amphisbaenia. Pada anggota ophidia, shedding sisik di seluruh anggota tubuh dapat terjadi secara serentak pada satu waktu yang bersamaan dengan memanfaatkan substrat kasar untuk mempermudah dalam proses pengelupasan. Sedangkan pada lacertilia, dikarenakan anggota badan yang lebih kompleks, pergantian sisik dapat terjadi secara bertahap. Pergantian sisik ini dilakukan untuk beberapa tujuan, diantaranya mengganti ‘pakaian’ pada hewan squamata akibat bertambahnya volum tubuh (pertumbuhan), sehingga proses shedding akan terjadi lebih sering saat fase pertumbuhan di masa juvenil. Shedding juga berguna untuk membuang ektoparasit dari tubuh bersamaan dengan terlepasnya sisik lama. Pada beberapa kasus, hewan yang mengalami luka gores dapat mempercepat proses regenerasi kulit baru dengan melalui proses shedding.

Sisik pada hewan squamata berfungsi sebagai pelindung dan alat bantu pergerakan, khususnya pada kelompok ophidia/serpentes. Ophidia yang beranggotakan hewan tak bertungkai (ular) membutuhkan sisik ventral untuk melakukan pergerakan meliuk dengan memanfaatkan gaya gesek yang ditimbulkan dari kontak antara substrat dengan sisik ventral. selain itu pada beberapa jenis ular pembelit, sisik juga berfungsi sebagai penambah gaya gesek saat ular membelit dalam proses pelumpuhan mangsa. dengan adanya sisik, mangsa tidak mudah terlepas dan proses pelumpuhan dapat lebih efisien. pada ular air, sisik dorsal biasanya memiliki lunas yang juga dapat memberi gesekan tambahan pada saat ular membelit mangsa di air, mengingat proses pembelitan di air dapat terganggu akibat menurunnya gesekan akibat adanya air. Sisik jugaberfungsi sebagai karakter identifikasi untuk membedakan antar kelompok taksa.

Lacertilia beranggotakan cicak, tokek, bunglon, klarap, biawak, dan kadal lainnya. Lacer umumnya memiliki 2 pasang tungkai, berjari 5 dan bercakar. Meskipun demikian,ada beberapa jenis kadal yang tidak memiliki tungkai, misalnya pada Famili Pygopodidae. Beberapa kelompok kadal memiliki modifikasi sisik menjadi berupa tonjolan (Gekkonidae), ornamentasi tambahan (Agamidae, Iguanidae), dan kemampuan mengganti warna (Chameleonidae). Kadal memiliki beberapa perbedaan mendasar dari ular, diantaranya memiliki sutura pada rahang, memiliki kelopak mata, dan memiliki lubang telinga luar, sehingga meskipun ada jenis kadal yang tidak bertungkai, dari tiga karakter tadi akan dapat dibedakan dari ular. Berbeda dari ular, kadal memiliki kebiasaan ganti kulit secara berkala, hal ini disebabkan oleh adanya tungkai yang dapat menghambat proses shedding sehingga tidak dapat dilakukan secara serentak.

Ophidia atau disebut juga dengan nama serpentes adalah salah satu subordo anggota Kelas Reptilia. Ophidia beranggotakan seluruh ular yang ada di Bumi, mulai dari yang berukuran hanya sebesar isi ballpoint,hingga memiliki panjang lebih dari 10 meter. Beberapa karakter khas yang dimiliki oleh ular yakni, tidak bertungkai, mata tidak berkelopak dan terlindungi oleh sisik transparan yang akan ikut mengelupas saat proses shedding, pertemuan mandibula dihubungkan oleh ligamen elastis sehingga ular dapat membuka mulutnya sangat lebar dan dapat memangsa hewan yang berukuran hingga 10x besar kepalanya, paru-paru kiri ular umumnya mereduksi, sedangkan paru-paru kanan berkembang memanjang, ular tidak memiliki lubang telinga luar sehingga tidak memiliki indera pendengaran, namu demikian ular dilengkapi dengan tulang sensitif di bagian dagu untuk mendeteksi getaran yang ada pada substrat, indera sensor utama pada ular berupa organ jacobson yang dapat menghantarkan partikel yang diambil dari udara oleh lidah dan diterjemahkan oleh otak via bulbus olfactorius, beberapa jenis ular memiliki sensor pendeteksi panas sehingga menyebabkan beberapa kelompok ular (python dan pit viper) mampu mendeteksi mangsa berdarah panas dalam lingkungan yang gelap sekalipun.

Gambar 15. Atas: Famili Agamidae (kiri) dan Gekkonidae (kanan); Bawah: Famili Crotalidae (kiri) dan Elapidae (kanan) (Foto Tim Maliki Herpetology Society)

Deskripsi taksa pada ular melibatkan beberapa karakter morfologi utama, diantaranya adalah snouth vent length (SVL), tail length (tl), dan total length (TL), selain dari rasio ukuran tubuh, sisik merupakan karakter terpenting dalam identifikasi taksa pada ular. Beberapa sisik yang sering digunakan sebagai acuan identifikasi diantaranya adalah karakter sisik di bagian kepala, jumlah sisik dorsal, jumlah sisik ventral, karakter sisik anal, jumlah dan karakter sisik subkaudal.

Beberapa karakter pada ular jika dilihat dari perspektif manusia bisa dikatakan tidak sempurna, diantaranya memiliki rahang bawah yang tidak menyatu dengan baik, tidak memiliki sternum, tulang rusuk melayang, salah satu paru-paru mereduksi, tidak bertungkai, dan lain sebagainya. Namun demikian jika dilihat dari sudut pandang ular, kekurangan-kekurangan diatas sangat membantu dalam berbagai proses hidupnya. Misalnya dengan tidak memiliki sternum, ular dapat bergerak efisien dengan cara meliuk. Keberadaan sternum untuk proses mobolitas dapat mengganggu pergerakan karena tulang rusuk tidak dapat bergerak bebas untuk membantu proses meliuk dengan leluasa. Selain itu dengan tidak adanya sternum, ular dapat memasukan mangsa yang ukurannya besar ke dalam organ pencernaan, karena rusuk yang tidak terikat pada sternum akan dapat meregang lebih lebar untuk memberi jalan masuk mangsa yang masuk esofagus. Dengan ukuran mangsa yang besar, proses penelanan akan membutuhkan waktu relatif lama, dengan glottis yang dapat dijulurkan keluar, menjadikan ular tetap dapat bernafas meskipun proses penelanan sedang berlangsung. Penciptaan karakter tubuh ular yang unik ini bukanlah sesuatu yang terjadi secara kebetulan, karena struktur dan fungsi ini saling berkaitan satu sama lain. Allah sampaikan dalam firmanNya pada surah Al-Qomar:

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran” (AlQomar:49)

Berikut beberapa tafsir ayat tersebut dari berbagai sumber:

Dalam Hidayatul insan bi Tafsiril Qur’an (Tafsirweb.com, 2020), dijelaskan bahwa “Apa yang terjadi pada semua makhluk sudah ditetapkan oleh Allah. Sungguh, kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran, yaitu suatu sistem dan ketentuan yang telah ditetapkan. Dan ketahuilah bahwa semua perintah kami yang menyangkut apa pun hanyalah diungkapkan dengan satu perkataan yang mudah dan cepat, seperti kejapan mata.”

Sedangkan menurut Tafsir As-Sa’di (Tafsirweb.com, 2020), “Hal ini mencakup semua makhluk, dan alam bagian atas maupun bagian bawah. Dia menciptakannya dengan qadha’ (qadar) yang telah diketahui-Nya, tertulis oleh pena-Nya, demikian pula sifat-sifat yang ada padanya, dan bahwa yang demikian itu mudah bagi Allah. Oleh karena itulah, Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman di ayat selanjutnya, “Dan perintah Kami hanyalah (dengan) satu perkataan seperti kejapan mata.”

Dalam Tafsir Al-Muyassar (Tafsirweb.com, 2020), dijelaskan bahwa “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu yang ada di alam ini dengan takdir yang telah lalu dari Kami, sesuai dengan pengetahuan Kami dan Kami tuliskan dalam Lauḥul Maḥfuẓ.”

Dari penjelasan tafsir-tafsi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Allah menciptakan seluruh alam, termasuk mahluk hidup secara seimbang, sesuai kadar, fungsi, peran dan kebutuhannya berdasarkan atas PengetahuanNya yang tak terbatas. Dengan demikian adalah hal yang mustahil jika Allah menciptakan suatu mahluk dengan bentuk yang tidak dapat membuatnya hidup di dunia dikarenakan “kekurangsempurnaan” morfologi. Allah yang paling mengetahui bagaimana mahluk itu hidup, dan bagaimana memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Mahluk hidup telah diciptakan secara sempurna untuk melakukan peran spesifiknya masing-masing di alam semesta.

Ciri-Ciri Hewan Melata

- Tubuhnya dibungkus oleh kulit kering yang bersisik atau menanduk.

- Memiliki dua pasang anggota yang masing-masing lima jari dengan kuku-kuku yang cocok untuk lari, mencengkeram, dan naik pohon.

- Hewan melata yang hidup di air memiliki bentuk kaki yang berbentuk duyung.

- Bernapas melalui paru-paru, sedangkan pada penyu bernapas dengan kloaka.

- Memiliki ukuran tubuh bervariasi yang terdiri dari kepala, leher, badan, dan ekor.

Baca Juga: Ciri-Ciri Reptil dan Contoh Hewannya

- Hewan melata merupakan hewan poikiloterm atau berdarah dingin.

- Alat pencernaan dimulai dari mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus, usus besar, dan kloaka.

- Kebanyakan hewan melata bertelur (ovipar) meski setengahnya adalah ovovivipar dan menyimpan telur di dalam perut ibu hingga menetas.

Morfologi Hewan Melata

Pixabay Hewan melata memiliki sejumlah jari yang pada bagian ujungnya dilengkapi dengan cakar.

Hewan melata memiliki sejumlah jari yang pada bagian ujungnya dilengkapi dengan cakar.

Morfologi dari hewan melata ini terdiri dari kepala yang terpisah, lalu ada leher, tubuh, dan ekor dari anggota tubuhnya yang berukuran pendek.

Hewan melata ini juga memiliki sejumlah jari yang pada bagian ujungnya dilengkapi dengan cakar.

Namun, ada juga spesies hewan melata yang tidak memiliki jari, lo.

Pada bagian mulutnya terdapat gigi yang besar dan panjang. Ukuran matanya relatif besar dan terletak pada lateral dengan kelopak atas dan bawah.

Selain itu, hewan melata juga memiliki membran pengelip transparan yang bisa bergerak di bawah kelopak mata.

Morfologi dari hewan melata yang khas terlihat dari daun telinga berukuran kecil terletak di belakang mata.

O iya, terdapat sisi di bagian tubuh hewan melata yang berfungsi untuk melindungi diri dari kekeringan.

Baca Juga: 20 Nama Reptil dalam Bahasa Inggris

Beberapa contoh hewan melata, di antaranya:

Nah, sekarang sudah tahu, ya, apa saja ciri-ciri, morfologi, serta contoh hewan melata.

Tonton video ini, yuk!

Setiap hewan di muka bumi ini memiliki karakteristiknya masing-masing. Ada sebagai hewan pemangsa dan ada juga hewan menggemaskan.

Selain itu, yang lebih mengerikan lagi, ada juga hewan disebut sebagai salah satunya simbol kematian manusia.

Lantas, mengapa hewan tersebut dikaitkan dengan simbol? Apa saja hewan-hewan yang diidentikkan dengan kematian manusia?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melansir detikEdu dari Live Science, berikut lima hewan yang secara historis dikaitkan dengan kematian dan kehidupan setelah kematian.

Pengertian Hewan Melata

Reptil atau binatang melata (dalam bahasa Latin “reptans” artinya “melata” atau “merayap”) adalah kelompok hewan vertebrata berdarah dingin dan memiliki sisik yang menutupi tubuhnya. Reptilia adalah tetrapoda (hewan dengan empat tungkai) dan menelurkan telur yang embrionya diselubungi oleh membran amniotik. Saat ini, mereka hidup di setiap benua, kecuali Antarktika.

Beberapa ahli telah mengatakan bahwa hewan melata adalah organisme pertama yang menyebar ke seluruh rumah, dari habitat kering hingga air kecil. Contoh hewan melata yang hidup di habitat seperti itu adalah komodo dan kadal. Reptil tidak hanya hidup di lingkungan yang kering dan kering, tetapi juga dikenal sebagai hewan yang hidup dalam dua bahasa alami atau ilmiah yang disebut dengan amfibi (air dan darat). Namun, hanya beberapa spesies yang hidup di daerah tersebut. Contohnya adalah kura-kura, ular, dan buaya.

Reptil memiliki habitat penting di daratan. Ketika berada di dalam air, mereka hanya bisa memberi makan atau menurunkan suhu tubuh mereka. Selain itu, reptil memiliki tinggi tubuh yang berbeda-beda, dari yang terkecil hingga yang terbesar.

Hewan melata dalam bahasa ilmiah dikenal dengan kelompok Herpetofauna. Secara harfiah, herpetofauna berasal dari 2 kata yaitu herpeton, dan fauna, atau hewan yang bagian ventral menghadap substrat dalam kondisi normal. Ilmu yang mengkaji tentang hewan melata disebut dengan Herpetologi. Herpetofauna dibagi ke dalam dua kelas besar yaitu amphibia dan reptilia, masing-masing kelompok hewan tersebut memiliki keunikan  tersendiri.  Allah menyebutkan kelompok hewan ini secara tersurat dalam  Al-Qur’an:

“Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan  di atas perutnya dan sebagian berjalan  dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS. An-Nuur: 45)

Berikut adalah penjelasan dari Tafsir Al-Muyassar/ kementrerian agama Saudi Arabia (Tafsirweb.com, 2020). “Dan Allah telah menciptakan semua jenis makhluk yang berjalan di muka bumi ini berasal dari mani, maka sebagian dari makhluk itu ada yang berjalan di atas perutnya, merayap seperti ular, dan  sebagian berjalan dengan dua kaki seperti manusia dan burung, sedang sebagian yang lain berjalan dengan empat kaki seperti binatang ternak. Allah menciptakan apa yang Dia kehendaki, baik yang telah  disebutkan itu ataupun belum disebutkan, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, tiada sesuatupun yang membuat-Nya lemah”.

Pada beberapa tafsir yang lain seperti dikutip dari Tafsir Al-Mukhtasar pusat tafsir Riyadh (Tafsirweb.com,  2020), hewan yang berjalan diatas perut diumpamakan sebagai reptil atau hewan melata pada umumnya.  Sedangkan yang dijelaskan oleh Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah (Tafsirweb.com, 2020), hewan yang berjalan dengan 4 kaki diumpamakan hewan lain secara umum dan tidak merujuk pada hewan ternak saja.

Amphibia berasal  dari 2 kata yaitu, Amphi dan bias atau diartikan hewan yang memiliki kehidupan rangkap/ganda. Seringkali amfibi diidentikan dengan hewan yang  hidup di dua alam, namun lebih tepatnya amfibi adalah hewan yang  melalui  metamorfosis dan memiliki 2  fase kehidupan, yaitu fase  larva yang umumnya dijumpai pada habitat perairan yang basah, dan fase dewasa yang lebih sering dijumpai pada habitat yang relatif kering. Beberapa amfibi diketahui tidak memiliki metamorfosis, beberapa mengalami metamorfosis namun tidak  sempurna. Kelas Amphibia dibagi ke dalam tiga ordo, yaitu anura, caecilia (apoda, gymnophiona), dan caudata (urodela, salamander).

Beberapa karakter umum dari amfibi diantaranya memiliki sifat poikilotermik ektotermik atau berdarah dingin. Amfibi tidak dapat melakukan regulasi suhu tubuh secara mandiri, sehingga suhu tubuhnya dipengaruhi oleh suhu lingkungan habitat. sehingga amfibi memiliki batas resistensi suhu yang relatif sempit dibandingkan dengan hewan vertebrata lainnya. Amfibi memiliki jantung berongga 3 yang terdiri dari 2 atrium dan 2 ventrikel, hal ini mengakibatkan darah bersih dan darah kotor akan bercampur pada ventrikel, meskipun demikian jantung amfibi diciptakan cukup unik karena memiliki mekanisme pemisahan darah bersih dan darah kotor, sehingga otak dan organ lainnya dapat selalu tersuplai dengan baik sesuai dengan kebutuhan asupan nutrisinya. Amfibi memiliki kelenjar mucus dan toksin/racun pada kulitnya. Kelenjar mucus akan mensekresikan cairan keatas permukaan kulit amfibi agar kulit senantiasa lembab, hal ini untuk membantu proses pernafasan amfibi dengan bantuan kulit agar lebih efisien  sebagai pensuplai oksigen tambahan selain dari paru-paru yang masih sederhana. Beberapa amfibi memiliki perilaku mengeluarkan suara (vokalisasi), sehingga umumnya amfibi dilengkapi indera pendengaran berupa membran timpanum. Pada hewan vertebrata pada umumnya memiliki epitel sensoris pada telinga tengah yang disebut pappila basilaris, sehingga dapat mendengar suara dengan frekuensi tinggi diatas 1000 Hz via stapes. Pada amfibi, selain pappila basilaris, mereka juga memiliki pappila amphibiorum yang dapat mendeteksi suara dengan frekuensi rendah dibawah 1000 Hz.

Ordo Anura atau katak dan kodok memiliki berbagai karakter morfologi yang mensuport perilaku mobilitas untuk melompat. Beberapa modifikasi organ yang dimiliki anura untuk mobilitas saltator diantaranya pengurangan volum dan massa tubuh tanpa mengurangi kekuatan dan fungsinya. Modifikasi ini bisa diamati dengan jelas pada rangka anura yang secara umum memiliki reduksi dan fusi di beberapa organ. Pada area cranial, anura memiliki tengkorak tipe gymokrotaphic, yaitu tengkorak yang terbuka khususnya di area temporal. Bagian tengkorak yang mereduksi dapat mengurangi massa tubuh. Hal serupa juga dapat diamati pada bagian rangka tubuh, beberapa tulang mengalami reduksi seperti sternum (tulang  dada) dan costae  (tulang rusuk).  Selain reduksi rangka, terdapat juga beberapa tulang yang berfusi seperti urostylus, gabungan tulang radius dan ulna menjadi radio-ulna, gabungan tibia dan fibulamenjadi tibia-fibula. Dengan reduksi dan bersatunya beberapa tulang tersebut, khususnya pada tulang tungkai, menyebabkan amfibi memiliki massa tubuh yang relatif  ringan, dan kekuatan lompatan yang besar. Beberapa famili dari Ordo Anura yang umum dijumpai di Indonesia diantaranya adalah: Famili Ranidae, Bufonidae, Rhacophoridae, Microhylidae, dan Megophryidae.

Gambar 6. Beberapa koleksi anura di area Malang, atas kiri: Huia masonii, atas tengah: Duttaphrynus melanostictus, atas kanan: Leptobrachium hasseltii, kiri bawah dan kanan bawah: Chalcorana chalconota,  serta bawah tengah: Microhyla achatina (Foto Tim Maliki Herpetology Society).

Ordo Caecilia, Gymnophiona atau Apoda, memiliki ciri umum tidak bertungkai (a=tanpa; podos=kaki tungkai). Sepintas ordo ini mirip cacing, namun jika diamati seksama, apoda memiliki karakter umum yang khas dan tidak dimiliki hewan lain yang mirip dengannya, diantaranya adalah memiliki tengkorak bersifat stegokrotaphic dan zygokrotaphic yang lebih tertutup dibandingkan tengkorak pada anura, mata  yang mereduksi karena habitat umum hewan ini adalah fossorial (meliang), sebagian lain bersidfat akuati,  dengan mereduksinya mata apoda dilengkapi oleh sensor tambahan berupa tentakel kecil di area antara mata dan nostril.  Apoda memiliki tubuh memanjang dengan ekor yang mereduksi, sehingga beberapa organ tubuh yang berpasangan, salah satunya mereduksi (paru-paru kiri). Permukaan tubuh apoda terlihat bercincin (annuli), dan dibawah kulit terdapat kantong sisik di bawah lekukan cincin tubuhnya tersebut. Apoda melakukan reproduksi secara internal, individu jantan dilengkapi dengan alat kopulasi khusus yaitu copulatoris phallodeum. Beberapa famili dari Ordo Apoda diantaranya adalah: Famili  Rhinatrematidae, Ichthyopiidae, Caeciliidae, dan yang terbaru ada Chikilidae dari India yang dideskripsi tahun 2012.

Ordo Caudata, Urodela, atau sering disebut Salamander merupakan satu-satunya ordo dari Kelas Amphibia yang tidak ditemukan di habitat Indonesia. Salamander sekilas mirip kadal karena sebagian jenis memiliki ekor dan tungkai dengan tubuh memanjang seperti kadal pada umumnya. sebagian besar anggota salamander dapat ditemukan di daerah dengan ikim sub tropis. Larva bernafas dengan insang filamentous seperti  amfibi pada umumnya, namun beberapa jenis salamander bahkan masih  menggunakan insang sebagai organ respirasi sampai fase dewasa, sehingga beberapa jenis salamander memiliki sifat paedomorfis (paedo= juvenil, morfism=bentu tubuh). Paedomorfism juga dapat dijumpai pada beberapa salamander sebagai respon terhadap gangguan lingkungan. Beberapa famili dari salamander yaitu: Famili  Sirenidae, Amphiumidae, Plethodontidae, Proteidae, Salamandridae, Ambystomatidae, dan Cryptobranchiidae.

Gambar 7. Atas: Salamandra salamandra (©2000 Arie van der Meijden); Bawah: Ichthyophis sikkimensis (©2017 Krushnamegh Kunte)

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait

adjar.id - Di Indonesia ada kurang lebih 511 jenis dan 150 endemik hewan melata di penjuru daerah.

Hewan melata atau reptil dalam bahasa Latin disebut reptans yang berarti merayap.

Hewan melata merupakan kelompok hewan vertebrata, berdarah dingin, dan memiliki sisik yang menutupi tubuhnya.

O iya, hewan melata memiliki kemampuan yang sangat baik dalam beradaptasi atau menyesuaikan diri di tempat yang kering di tanah.

Hewan melata juga memiliki penandukan atau cornification kulit dan squama atau carapace untuk menjaga cairan dari tubuh di tempat yang kasar.

Nah, berikut ciri-ciri hewan melata serta morfologi dan contohnya, Adjarian.

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait

Reptil atau hewan melata merupakan sekelompok hewan berdarah dingin dengan sisik yang menutupi tubuhnya. Reptil hidup di lingkungan yang kering, air, atau keduanya (amfibi). Beberapa contoh hewan reptil adalah ular, buaya, kadal, dan masih banyak lagi.

Kebanyakan dari hewan melata memiliki racun yang berfungsi untuk bertahan hidup. Tidak heran jika jenis hewan ini berbahaya dan menjadi yang paling mematikan di dunia.

Berikut 5 hewan melata paling berbahaya yang telah detikJabar rangkum:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

King cobra merupakan ular berbisa terpanjang di dunia yang mencapai hampir 6 meter. Umumnya, panjang ular king cobra sekitar 3-4,5 meter dengan berat sekitar 12 kg. Ular ini biasa ditemukan di hutan, rawa-rawa, semak, dan gua. King cobra ini berasal dari wilayah India dan Asia Tenggara.

Saat merasa terancam, cobra akan mengangkat kepala dan melebarkan tudungnya, diiringi suara desisan sembari menyemburkan bisa kepada lawan. Bisa ular kobra mengandung bahan kimia yang dapat menyebabkan kebutaan jika terkena mata.

Buaya air asin menjadi reptil terbesar dengan panjang rata-rata jantan sekitar 5 meter dengan berat 454 kg. Habitat dari buaya air asin cukup luas, biasanya ada di daerah rawa bakau pesisir pantai, muara sungai, dan daerah air tawar. India Timur, Australia Utara, dan Asia Tenggara termasuk ke dalam habitat dari buaya ini.

Buaya air asin memiliki kekuatan gigitan terkuat, bisa mencapai 16.460 newton. Dengan gigitan tersebut, buaya air asin dapat menyeret mangsa yang ada di tepian air dengan mudah.